Rabu, 19 September 2012

Penyakit Kaki Gajah

Penyakit Kaki Gajah (Filariasis atau Elephantiasis) adalah golongan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Setelah tergigit nyamuk, parasit (larva) akan menjalar dan ketika sampai pada jaringan sistem lympa maka berkembanglah menjadi penyakit tersebut.Cacing filaria penyebab penyakit kaki gajah (filariasis), ukurannya supermini, berwujud mirip benang. Begitu cacing filarial bersarang di tubuh manusia, berbagai perubahan mengerikan bakal terjadi. Kegiatan cacing mini dalam tubuh itu mampu membuat kaki, tangan, payudara, bahkan buah zakar penderitanya berubah menjadi berukuran “raksasa”. Inilah yang sering disebut penyakit kaki gajah

Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan, dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Penyakit Kaki Gajah bukanlah penyakit yang mematikan, namun demikian bagi penderita mungkin menjadi sesuatu yang dirasakan memalukan bahkan dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.

Penyakit Kaki Gajah umumnya banyak terdapat pada wilayah tropis. Menurut info dari WHO, urutan negara yang terdapat penderita mengalami penyakit kaki gajah adalah Asia Selatan (India dan Bangladesh), Afrika, Pasifik dan Amerika. Belakangan banyak pula terjadi di negara Thailan dan Indonesia (Asia Tenggara).
·  Penularan Penyakit Kaki Gajah
Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap darah seseorang yang telah tertular sebelumnya. Darah yang terinfeksi dan mengandung larva dan akan ditularkan ke orang lain pada saat nyamuk yang terinfeksi menggigit atau menghisap darah orang tersebut.

Tidak seperti Malaria dan Demam berdarah, Filariasis dapat ditularkan oleh 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres. Karena inilah, Filariasis dapat menular dengan sangat cepat.
·  Tanda dan Gejala Penyakit Kaki Gajah
Seseorang yang terinfeksi penyakit kaki gajah umumnya terjadi pada usia kanak-kanak, dimana dalam waktu yang cukup lama (bertahun-tahun) mulai dirasakan perkembangannya.


Adapun gejala akut yang dapat terjadi antara lain :
  • Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat

  • Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit

  • Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis)

  • Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah

  • Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)

Sedangkan gejala kronis dari penyakit kaki gajah yaitu berupa pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti).
·  Pemeriksaan Diagnostik Penyakit Kaki Gajah
Penyakit kaki gajah ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan mikroskopis darah, Sampai saat ini hal tersebut masih dirasakan sulit dilakukan karena microfilaria hanya muncul dan menampilkan diri dalam darah pada waktu malam hari selama beberapa jam saja (nocturnal periodicity).

Selain itu, berbagai methode pemeriksaan juga dilakukan untuk mendiagnosa penyakit kaki gajah. Diantaranya ialah dengan system yang dikenal sebagai Penjaringan membran, Metode konsentrasi Knott dan Teknik pengendapan.

Metode pemeriksaan yang lebih mendekati kearah diagnosa dan diakui oleh pihak WHO adalah dengan jalan pemeriksaan sistem "Tes kartu", Hal ini sangatlah sederhana dan peka untuk mendeteksi penyebaran parasit (larva). Yaitu dengan cara mengambil sample darah sistem tusukan jari droplets diwaktu kapanpun, tidak harus dimalam hari.
·  Penanganan dan Pengobatan Penyakit Kaki Gajah
Tujuan utama dalam penanganan dini terhadap penderita penyakit kaki gajah adalah membasmi parasit atau larva yang berkembang dalam tubuh penderita, sehingga tingkat penularan dapat ditekan dan dikurangi.

Dietilkarbamasin {diethylcarbamazine (DEC)} adalah satu-satunya obat filariasis yang ampuh baik untuk filariasis bancrofti maupun malayi, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini tergolong murah, aman dan tidak ada resistensi obat. Penderita yang mendapatkan terapi obat ini mungkin akan memberikan reaksi samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara dan mudah diatasi dengan obat simtomatik.

Dietilkarbamasin tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis. Pengobatan diberikan oral sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih. Dietilkarbamasin tidak diberikanpada anak berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit berat atau
dalam keadaan lemah.

Namun pada kasus penyakit kaki gajah yang cukup parah (sudah membesar) karena tidak terdeteksi dini, selain pemberian obat-obatan tentunya memerlukan langkah lanjutan seperti tindakan operasi.
·  Pencegahan Penyakit Kaki Gajah
Bagi penderita penyakit gajah diharapkan kesadarannya untuk memeriksakan kedokter dan mendapatkan penanganan obat-obtan sehingga tidak menyebarkan penularan kepada masyarakat lainnya. Untuk itulah perlu adanya pendidikan dan pengenalan penyakit kepada penderita dan warga sekitarnya.

Pemberantasan nyamuk diwilayah masing-masing sangatlah penting untuk memutus mata rantai penularan penyakit ini. Menjaga kebersihan lingkungan merupakan hal terpenting untuk mencegah terjadinya perkembangan nyamuk diwilayah tersebut.

Minggu, 16 September 2012

Daftar Suaka Margasatwa Di Indonesia


Daftar suaka margasatwa di Indonesia
Indonesia mempunyai 73 lokasi yang ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa dengan total luas 5.422.922,79 hektar.
Sumatera
Pulau Sumatera menjadi pulau yang paling banyak memiliki Suaka Margasatwa dengan jumlah 23 lokasi Suaka Margasatwa
  1. BALAI RAJA; Bengkalis, Riau. 18.000,00 ha, SK Menteri Kehutanan RI Nomor: 173/Kpts-II/1986, 6 Juni 1986.
  2. BARUMUN; Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. 40.330,00 ha, SK Menteri Kehutanan RI Nomor: 70/Kpts-II/1989, 2 Juni 1989.
  3. Bukit BATU; Bengkalis, Riau. 21.500,00 ha, SK Menteri Kehutanan RI Nomor: 482/Kpts-II/1999, 29 Juni 1999.
  4. Tasik BELAT; Bengkalis, Riau. 2.529,00 ha, SK Menteri Kehutanan RI Nomor: 480/Kpts-II/1999, 29 Juni 1999.
  5. BENTAYAN; Banyuasin, Sumatera Selatan. 19.300,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 276/Kpts/Um/4/81, 6 April 1981.
  6. Danau Pulau BESAR–BAWAH; Bengkalis, Riau. 28.237.95,00 ha, Keputusan Men-hutbun Nomor: 668/Kpts-II/1999, 26 Agustus 1999.
  7. Tasik BESAR–METAS; Indragiri Hilir, Riau. 3.200,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 173/Kpts-II/1986, 6 Juni 1986.
  8. DANGKU; Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. 70.274,00 ha, SK Menteri Kehutanan RI Nomor: 755/Kpts-II/1990, 17 Februari 1990. Tambahan kawasan seluas 31.752,00 ha sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 76/Kpts-II/2001, 15 Maret 2001 – jadi luas total 102.326,00 ha.
  9. Pusat Pelatihan GAJAH; Bengkalis, Riau. Luas Suaka Margasatwa ini 5.000,00 ha, Keputusan Gubernur Riau Nomor: 387/VI1992, 26 Juni 1992.
  10. GIAM SIAK KECIL; Bengkalis, Riau. 50.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 173/ Kpts-II/1986, 6 Juni 1986.
  11. GUMAI PASEMAH; Lahat, Sumatera Selatan. 45.883,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 408/Kpts/Um/6/76, 30 Juni 1976.
  12. ISAU-ISAU PASEMAH; Lahat, Sumatera Selatan. 12.144,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 69/Kpts/Um/2/78, 7 Februari 1978.
  13. KARANGGADING-LANGKAT TIMUR LAUT ; Langkat, Deli Serdang, Sumatera Utara. 15.765,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 811/Kpts/Um/11/80, 5 November 1980.
  14. KERUMUTAN; Kampar, Indragiri Hulu, Riau. 120.000,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 350/Kpts/Um/6/79, 14 Maret 1979.
  15. Tasik Tanjung PADANG; Bengkalis, Riau. 4.925,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 349/Kpts-II/1999, 26 Mei 1999.
  16. PAGAI SELATAN; Pesisir Selatan (Kepulauan Mentawai), Sumatera Barat. 4.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 422/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  17. Gunung RAYA; Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. 39.500,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 55/Kpts/Um/2/78, 7 Februari 1978.
  18. Bukit RIMBANG-BALING; Kampar, Riau. Suaka Margasatwa ini mempunyai luas 136.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 173/Kpts-II/1986, 6 Juni 1986.
  19. Tasik SERKAP-SARANG BURUNG; Indragiri Hilir, Pelalawan, Riau. 6.900,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 173/Kpts-II/1986, 6 Juni 1986.
  20. Rawa SINGKIL; Aceh Selatan, NAD. 102.500,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 166/Kpts-II/1998, 26 Februari 1998.
  21. SIRANGGAS; Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. 5.657,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 70/Kpts-II/1989, 2 Juni 1989.
  22. Padang SUGIHAN; Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. 75.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 004/Kpts-II/1983, 19 April 1983.
  23. Dolok SURUNGAN; Tapanuli Utara, Sumatera Utara. 23.800,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 43/Kpts/Um/2/74, 2 Februari 1974.
Jawa
Pulau Jawa memiliki Suaka Margasatwa dengan jumlah 9 lokasi Suaka Margasatwa
  1. Muara ANGKE; Jakarta Utara, DKI Jakarta. 25,02 ha, SK Menteri Kehutanan RI Nomor: 097/Kpts-II/1988, 29 Februari 1988.
  2. BAWEAN; Surabaya, Jawa Timur. 3.831,60 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 762/Kpts/Um/5/79, 12 Mei 1979.
  3. CIKEPUH; Sukabumi, Jawa Barat. 8.127,50 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 532/Kpts/Um/10/73, 20 Oktober 1973.
  4. PALIYAN; Gunung Kidul, DI Yogyakarta. 615,60 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 171/Kpts-II/2000, 20 Desember 2000.
  5. Pulau RAMBUT; Jakarta Utara, DKI Jakarta. 90,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 275/Kpts-II/1999, 7 Mei 1999.
  6. Gunung SAWAL; Ciamis, Jawa Barat. 5.400,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 420/Kpts/Um/6/79, 4 Juni 1979.
  7. SENDANGKERTA; Tasikmalaya, Jawa Barat. 90,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI.Nomor: 6964/Kpts-II/2002, 17 Januari 2002.
  8. Gunung TUNGGANGAN; Sragen, Jawa Tengah. 103,90 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 435/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  9. Dataran Tinggi YANG; Jember, Probolinggo, JAWA TIMUR. 14.145,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 417/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
Kalimantan
Pulau Kalimantan memiliki Suaka Margasatwa dengan jumlah 5 lokasi Suaka Margasatwa
  1. Pulau KAGET; Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor:337/Kpts-II/1999, 27 September 1999.
  2. LAMANDAU; Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. 76.110,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 162/Kpts-II/1998, 26 Februari 1998.
  3. Kuala LUPAK-NUSA GEDE PANJALU; Barito Kuala, Kalimantan Selatan. 3.375,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 453/Kpts-II/1999, 17 Juni 1999.
  4. PLEIHARI-TANAH LAUT; Tanah Laut, Kalimantan Selatan. 6.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 695/Kpts-II/1991, 10 November 1991.
  5. Pulau SEMAMA; Berau, Kalimantan Timur. 220,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 604/Kpts/Um/8/82, 19 Agusutus 1982.
Nusa Tenggara
Kepulauan Nusa Tenggara memiliki Suaka Margasatwa dengan jumlah 5 lokasi Suaka Margasatwa
  1. ALE ASISIO; Timor Tengah Selatan, NTT, 5.918,00 ha, SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 423/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  2. HARLU; Kupang, Nusa Tenggara Timur. 2.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 84/Kpts-II/1993,16 Februari 1993.
  3. KATERI; Belu, NTT. 4.560,00 ha, SK Menteri Pertanian RI Nomor: 394/Kpts/Um/5/81, 5 Juli 1981.
  4. TAMBORAN SELATAN; Dompu, Nusa Tenggar Barat. 21.674,68 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 418/Kpts-II/1999,15 Juni 1999.
  5. Danau TUADALE; Kupang, NTT. 500,00 ha, SK Menteri Kehutanan RI Nomor: 195/Kpts-II/1993 27 Februari 1993.
Sulawesi
Pulau Sulawesi memiliki Suaka Margasatwa dengan jumlah 16 lokasi Suaka Margasatwa
  1. Tanjung AMOLENGO; Kendari, Sulawesi Tenggara. 605,00 ha, SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 95/Kpts-II/1999, 2 Maret 1999.
  2. BAKIRIANG; Banggai, Sulawesi Tengah. 12.500,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 398/Kpts-II/1998,21 April 1998.
  3. Tanjung BATIKOLO; Kendari, Sulawesi Tenggara. 4.016,00 ha, Kepututusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 425/Kpts-II/1995, 16 Agustus 1995.
  4. BUTON UTARA; Muna, Sulawesi Tenggara. 82.000,00 Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 782/Kpts/Um/12/79, 17 Desember 1979.
  5. DOLANGAN; Buol Toli-Toli, Sulawesi Tengah. 462,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 441/Kpts/Um/5/81, 21 Mei 1981.
  6. KARAKELANG UTARA-SELATAN; Sangihe Talaud, Sulawesi Utara. 24.669,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 97/Kpts-II/2000, 22 Desember 2000.
  7. KOMARA; Takalar, Sulawesi Selatan. 3.390,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 147/Kpts-II/1987,19 Februari 1987.
  8. LAMBUSANGO; Buton, Sulawesi Tenggara. 28.510,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 639/Kpts/Um/9/82, 1 September 1982
  9. LAMPOKO-MAMPIE; Polewali Mandar, Sulawesi Barat. 2.000,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 699/Kpts/Um/11/78, 13 November 1978.
  10. LOMBUYAN I/II; Banggai, Sulawesi Tengah. 3.069,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 124/Kpts-II/1999, 5 Maret 1999.
  11. Gunung MANEMBO-NEMBO; Minahasa, Sulawesi Utara. 6.500,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 441/Kpts/Um/7/78, 16 Juli 1978.
  12. Tanjung MATOP-PINJAM; Buol Toli-toli, Sulawesi Tengah. 1.612,50 ha, Kepu-tusan Menteri Pertanian RI Nomor: 445/Kpts/Um/5/81, 21 Mei 1981.
  13. NANTU; Gorontalo, Nantu, GORONTALO. 31.215,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 573/Kpts-II/1999, 22 Juli 1999.
  14. PATI-PATI; Banggai, Sulawesi Tengah, 3.103,79 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 239/Kpts-II/1999, 27 April 1999.
  15. Tanjung
  16. PEROPA; Kendari, Sulawesi Tenggara, 38.937,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 393/Kpts-II/1986, 23 Desember 1986.
  17. SANTIGI; Donggala, SULAWESI TENGAH. 1.131,25 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 50/Kpts-VII/1987, 25 Februari 1987.
Maluku dan Papua
Kepulauan Maluku dan Pulau Papua memiliki Suaka Margasatwa dengan jumlah 15 lokasi Suaka Margasatwa
  1. ANGROMEOS; Paniai, Papua. 2.086,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 891/Kpts-II/1999, 14 Oktober 1999.
  2. Pulau VENU; Fakfak, Papua Barat. 16.320,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 891/Kpts-II/1999, 14 Oktober 1999.
  3. TANIMBAR; Maluku Tenggara, Maluku. 65.671,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 249/Kpts-II/1985, 11 September 1985.
  4. Pulau BAUN; Maluku Tenggara, Maluku. 13.000,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 711/Kpts/Um/11/74, 25 November 1974.
  5. Pulau DOLOK; Merauke, Papua. 664.627,97 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 305/Kpts-II/1998, 27 Februari 1998.
  6. FOJA; Jayapura, Papua. 1.018.000,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 782/Kpts/ Um/10/1982, 21 Oktober 1982. Tambahan kawasan seluas 1.000.000,00 ha sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 820/Kpts/Um/11/82, 10 November 1982 – jadi luas total 2.018.000,00 ha.
  7. JAMURSBA MEDI; Manokwari, Papua. 278,25 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI No-mor : 891/Kpts-II/1999, 14 Oktober 1999.
  8. JAYA WIJAYA; Jayawijaya, Papua. 800.000,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 914/ Kpts/Um/10/81, 30 Oktober 1981.
  9. Pulau KASSA; Maluku Tengah, Maluku. 2.000,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 653/Kpts/Um/10/78, 25 April 1978.
  10. Pulau KOBROR; Maluku Tenggara, 61.657,75 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 415/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  11. KOMOLON; Merauke, Papua. 84.130,40 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 820/Kpts/Um/11/82, 10 November 1982.
  12. Pulau MANUK; Maluku Tengah, 100,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 444/Kpts/Um/5/81, 25 Mei 1981.
  13. Tanjung MUBRANI-SIDEI-WIBAIN I/II; Manokwari, Papua. 9.142,63 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 891/Kpts-II/1999, 14 Oktober 1999.
  14. Kepulauan RAJA AMPAT; Fakfak, Papua. 60.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 81/Kpts-II/1993, 16 Februari 1993.
  15. SABUDA TATARUGA; Fakfak, Papua. 5.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 82/Kpts-II/1993, 16 Februari 1993